Agresi Belanda di Probolinggo

Ada yang menarik saat tim Suara Kota berbincang dengan Pembina Pojok Literasi Arkeologi, Edi Martono. Warga Kelurahan Sukabumi itu bercerita tentang Agresi Belanda I yang terjadi di tanggal 21 Juli 1947, di mana Belanda berhasil memasuki dan melumpuhkan penjaga Pasir Putih. Hingga akhirnya Belanda bisa bergerak menuju Probolinggo tanpa hambatan yang berarti.

MAYANGAN - Ada yang menarik saat tim Suara Kota berbincang dengan Pembina Pojok Literasi Arkeologi, Edi Martono. Warga Kelurahan Sukabumi itu bercerita tentang Agresi Belanda I yang terjadi di tanggal 21 Juli 1947, di mana Belanda berhasil memasuki dan melumpuhkan penjaga Pasir Putih. Hingga akhirnya Belanda bisa bergerak menuju Probolinggo tanpa hambatan yang berarti.

“Belanda memasuki kawasan Kota Probolinggo. Mereka mengendarai tank dengan  memakai bendera oren disebelah kanan dan Bendera Merah Putih di sebelah kiri. Sehingga ketika melewati Pos Binor seorang yang bernama Wirasat Anggota Kompi Toyiman mengira kendaraan Republik Indonesia. Seketika melakukan penghormatan yang dibalas dengan tembakan oleh pasukan Belanda,” ujar Pembina Pojok Literasi Arkeologi, Edi Martono.

Kejadian ini dilaporkan Komandan Kompi Toyiman kepada Komandan Batalyon, Abdus Syarif. Melalui petugas piket Su'eb memerintahkan Kompi Mustafa Kamal untuk melakukan penghadangan di Gunung Bentar. Rupanya penghadangan ini gagal, bahkan seorang kurir bernama Suparman gugur. Sekitar pukul 17.30, Belanda berhasil memasuki kota setelah memukul mundur pasukan Abdus Syarif.

Paginya di tanggal 22 Juli 1947 Pasukan Amphibi Mariniers Brigade Belanda mendarat di Pelabuhan Mayangan dan disambut dengan perlawanan sengit oleh tentara Indonesia. Lalu dilakukan aksi Bumi Hangus supaya gudang-gudang logistik di pelabuhan tidak dikuasai oleh Belanda.

“Pada saat itu orang Mayangan mempunyai semboyan depade tak melloh (sama-sama tidak dapat). Mereka melakukan pembakaran gudang sembako dengan prinsip daripada dikuasai Belanda lebih baik depade tak melloh,” terang Edi.

Penjelasan yang diberikan oleh Edi Martino tersebut dalam giat Pelatihan Penulisan Sejarah Lokal bertempat di lokasi Pojok Literasi Arkeologi Sunan Kalibanger yang berlokasi di Jalan Cempaka No 108 pada Rabu (30/8). Giat tersebut dihadiri oleh 17 siswa siswa SMA. (man2/sit)

LINK TERKAIT