1. DASAR HUKUM
1. Peraturan
Daerah Kota Probolinggo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah
2. Peraturan
Wali Kota Probolinggo Nomor 50 Tahun 2018 tentang Inovasi Daerah di Lingkungan
Pemerintah Kota Probolinggo (Berita Daerah Kota Probolinggo Tahun 2018 Nomor
50);
3. Keputusan
Wali Kota Probolinggo Nomor : 100.3.3.3/350/Kep/425.012/2023 Tentang Penetapan
Inovasi Daerah Kota Proboliinggo Tahun 2022-2023.
2. PERMASALAHAN
1. Berdasarkan
hasil identifikasi dan analisa isu permasalahan BMD menggunakan metode AKPL
(Aktual, Kekhalayakan, Problematik, dan Kelayakan) dan USG (Urgency, Seriousness,
dan Growth) yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika, ditemukan
isu sulitnya mengetahui informasi barang dari Label BMD.
2. Barang-barang
TIK sulit untuk dilabeli menggunakan label BMD biasanya, karena ukurannya kecil
dan sangat riskan hilang jika tidak dilabel dengan baik.
3. Berdasarkan
masalah yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika tersebut, maka kami
membuat inovasi untuk memudahkan pengecekan barang yaitu “QRING (Quick
Response Labelling)”. Quick Response Labelling adalah
penerapan QR Code pada labelisasi barang milik daerah yang
disusun dari data KIB (Kartu Inventaris Barang) menggunakan Microsoft
Excel.
3. ISU STRATEGIS
Berdasarkan kondisi riil pada
pengelolaan barang milik daerah pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Probolinggo dimana masih diketahui terdapat beberapa hal yang perlu
dilakukan perbaikan dan peningkatan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai
berikut
Kondisi saat ini :
1. Belum
adanya KIR (Kartu Inventaris Ruangan)
2. Sulitnya
mengetahui informasi barang dari Label BMD
3. Penerapan
SOP Pemindahtanganan BMD kurang maksimal
4. Kurangnya
gudang penyimpanan BMD
5. BMD
dalam kondisi RB (Rusak Berat) sulit untuk dihapuskanKondisi yang Diharapkan1.
Di setiap ruangan/tempat terdapat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) yang datanya
sesuai dengan kondisi di ruangan tersebut, sehingga dapat menjadi indikator
pengawasan bersama BMD di ruang tersebut.2. Setiap staf dapat mengetahui
informasi barang dari label yang ditempelkan, sehingga memudahkan saat ingin
dilakukan pengecekan, pengawasan, dan pengendalian arus keluar masuk barang.3.
Kegiatan pemindahtanganan BMD dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku,
sehingga tidak menimbulkan kekeliruan saat pencatatan dan rekonsiliasi BMD4.
Terdapat gudang penyimpanan BMD secara khusus dan terpisah, terutama untuk
barang-barang elektronik5. Penghapusan BMD kondisi RB dapat dilaksanakan dengan
baik, sehingga dapat mengurangi tempat penyimpanan dan tidak menghambat proses
pengadaan barang untuk tahun selanjutnya.
Dari uraian isu yang telah disebutkan
pada uraian di atas, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa prioritas
masalah dan pemecahan masalah. Analisa isu menggunakan metode AKPL yakni A
(Aktual), K (Kekhalayakan), P (Problematik), dan L (Kelayakan). Metode ini
digunakan untuk mengetahui bahwa isu tersebut benar terjadi yang telah
menimbulkan kegelisahan yang perlu segera dicari penyebab dan pemecahannya.
Nilai AKPL ini didapat dari hasil pengamatan dan pengalaman selama melakukan
observasi.
Berdasarkan analisis isu dengan
metode AKPL di atas, diperoleh 3 (tiga) isu utama yang terpilih, yaitu:
1. Sulitnya
mengetahui informasi barang dari Label BMD
2. BMD
dalam kondisi RB (Rusak Berat) sulit untuk dihapuskan
3. Kurangnya
gudang penyimpanan BMD
Tahap selanjutnya setelah mendapatkan
prioritas isu maka dilanjutkan dengan melakukan analisis model USG. USG
merupakan kepanjangan dari Urgency yaitu seberapa mendesak
suatu isu harus dibahas, dianalisis dan ditindaklanjuti; Seriousness dalah
seberapa serius suatu isu harus dibahas yang dikaitkan dengan akibat yang
ditimbulkan; dan Growth didefisinikan seberapa besar
kemungkinan memburuknya isu tersebut jika tidak ditangani segera. Pada analisis
USG ini ditetapkan rentang penilaian (1-5) dari mulai sangat USG atau tidak
sangat USG.
Berdasarkan hasil identifikasi isu dan
analisa isu menggunakan metode AKPL dan USG tersebut, maka isu yang ditetapkan
untuk dicari gagasan pemecahan isunya adalah “Sulitnya mengetahui
informasi barang dari Label BMD”.
Sulitnya mengetahui informasi
barang dari label BMD, memiliki dampak antara lain:
1. Kegiatan inventarisasi BMD
menjadi terhambat.
2. Identifikasi barang melalui
label yang sudah ada sulit dilakukan.
3. Informasi barang tidak dapat
diketahui semua pihak.
4. Penatausahaan BMD menjadi
tidak efektif dan efisien.
Sesuai dengan isu yang telah
ditetapkan, maka gagasan pemecahan isu tersebut adalah dengan melakukan
penerapan QR Code pada labelisasi BMD dengan judul “Penerapan QR
Code pada Labelisasi Barang Milik Daerah di Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Probolinggo”.
4. METODE PEMBAHARUAN
Berikut adalah metode pembaharuan
setelah dilakukan Penerapan QR Code pada Labelisasi Barang
Milik Daerah di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Probolinggo.
Sebelum Pembaharuan :
1. Sulitnya
mengetahui informasi barang dari label BMD yang sudah ada.
2.
Barang-barang TIK sulit untuk dilabeli.Sesudah Pembaharuan :1.
Dengan adanya penerapan QR Code pada label barang, informasi
barang dapat dengan mudah diketahui oleh semua pihak. Kemudahan mengetahui
informasi barang juga berfungsi sebagai alat pengawasan supaya dapat selalu
terpantau perpindahannya. Saat barang tidak berada pada tempatnya, atau tidak
berada pada pemegangnya, maka semua pihak memiliki kesadaran untuk
mengembalikan barang tersebut kepada pemegangnya.2. Dengan adanya
penerapan QR Code pada label barang, dapat membantu proses
labelisasi barang-barang TIK yang ukurannya kecil, seperti Hard Disk, Kamera,
HT, dan sebagainya.
5. KEUNGGULAN DAN KEBAHARUAN
· Penggunaan QR
Code untuk labelisasi BMD adalah hal baru yang belum pernah
diterapkan.
· Label
BMD berupa kode-kode barang lalu diterjemahkan ke dalam Quick Response
Code yang dapat dipindai agar informasi bisa dengan mudah.
· Pemindaian QR
Code menggunakan aplikasi QR Scanner yang dapat
diunduh melalui Handphone masing-masing.