TPID Merilis Inflasi di Kota Probolinggo
TPID Merilis Inflasi di Kota Probolinggo
KANIGARAN – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kota Probolinggo, lima dari delapan kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di
Jawa Timur mengalami inflasi pada Agustus 2021. Lima kota itu adalah
Surabaya, Madiun, Kota Probolinggo, Jember dan Kota Malang.
Kota Probolinggo mengalami inflasi ketiga setelah Kota Malang dan
Jember dengan inflasi sebesar 0,06 persen. Inflasi tertinggi terjadi di
Surabaya dengan besaran 0,37 persen. “Sedangkan tiga kota lainnya
mengalami deflasi,” jelas Kepala BPS Kota Probolinggo Heri Sulistio,
Rabu (15/9) siang, saat mengisi program Suara Inflasi di radio
kebanggaan masyarakat Kota Probolinggo, Radio Suara Kota FM.
Penyumbang utama inflasi Agustus 2021 Kota Seribu Taman, jelas Heri,
yaitu komoditas daging ayam ras sebesar 0,0601%, tomat 0,03%, bawang
merah 0,02%, minyak goreng, ikan tongkol dan ikan benggol masing-masing
sebesar 0,01%, bayam, pir dan ikan kembung.
“Pada inflasi kali ini, daging ayam ras dan tomat menjadi komoditas
penyumbang inflasi terbesar pada Agustus 2021. Sehingga turut memberikan
andil inflasi di Kota Probolinggo sebesar nol koma nol enam persen,”
ujarnya.
Kepala Bagian Perekonomian dan Pembangunan Heri Astuti mewakili
anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) mengatakan, inflasi
merupakan lambang kenaikan perekonomian yang dipengaruhi oleh adanya
indeks harga konsumen atau bisa juga dikatakan dengan meningkatnya
jumlah permintaan barang, sementara ketersediaan stok kurang memenuhi
sehingga terjadi kenaikan harga.
“Sebetulnya, adanya kenaikan inflasi itu menunjukkan adanya
pergerakan perekonomian yang lebih baik. Tapi kalau dilihat dengan
capaian inflasi bulan Agustus di Kota Probolinggo yang menurun, ini
disebabkan beberapa hal,” katanya.
Diantaranya, status situasi Covid 19 di Kota Probolinggo bulan lalu
masih level empat, masih diberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat, red), sehingga perputaran perekonomian belum
maksimal.
Lebih lanjut Heri menjelaskan, dilihat dari neraca ketersediaan
pangan Kota Probolinggo di bulan lalu, antara hasil produksi yang
dihasilkan petani dengan kebutuhan pasar, ada beberapa komoditas yang
belum dapat terpenuhi.
“Contohnya beras, yang neracanya terlihat masih defisit. Jadi ini
adalah neraca yang dihasilkan produk petani kita. Termasuk di dalamnya
bawang putih dan cabe rawit,” jelasnya.
Ia mengakui, harga tomat memang sempat melonjak tinggi. Padahal
biasanya harganya cenderung stabil bahkan dibawah rata-rata. Kondisi ini
berbanding terbalik dengan harga cabai rawit yang justru terjun bebas,
setelah sebelumnya mengalami fluktuatif.
“Selain dipicu harga tomat dan daging ayam ras yang mengalami inflasi
kali ini, kami juga memantau harga cabai rawit yang mengalami
fluktuatif sejak bulan Juli lalu. Dari harga Rp 48 ribu per kilogramnya,
hingga Akhir Agustus 2021, harganya terpantau terjun bebas ke angka Rp
14 ribu saja (per kilo gram). Kondisi ini pula yang akhirnya memberikan
andil terbesar terjadinya deflasi,” jelasnya.
Sementara itu, mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya
Kota Probolinggo sebagai salah satu kota yang juga terkena dampak
penyebaran Covid-19, Analis Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan
Keuangan pada Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Dini Amalia yang
dihubungi via telepon, menyampaikan, meskipun terjadi fenomena seperti
ini, diharapkan tidak berpengaruh pada daya beli masyarakat. “Karena
daya beli masyarakat yang stabil atau justru meningkat, menunjukkan
bahwa level inflasi juga lebih moderat,” ucapnya. (Sonea)