Jangan Sepelekan Penyakit Leptospirosis!
Kasus infeksi penyakit Leptospirosis di Kota Probolinggo masih kerap terjadi. Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 6 orang terinfeksi dengan 1 kasus kematian, sementara di tahun 2023 tercatat 5 kasus dengan 1 kasus kematian. Untuk menanggulanginya Dinas Kesehatan P2KB terus menggencarkan sosialisasi pencegahan terhadap penyakit tersebut.
KANIGARAN - Kasus infeksi penyakit Leptospirosis di Kota Probolinggo masih
kerap terjadi. Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 6 orang terinfeksi dengan 1
kasus kematian, sementara di tahun 2023 tercatat 5 kasus dengan 1 kasus
kematian. Untuk menanggulanginya Dinas Kesehatan P2KB terus menggencarkan
sosialisasi pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Berdasarkan
data Dinkes P2KB, secara kumulatif pada rentang tahun 2017-2023, Kecamatan
Kanigaran menjadi wilayah dengan infeksi tertinggi yakni sebanyak 17 kasus.
Disusul Kecamatan Kedopok 16 kasus, Kecamatan Mayangan 14 kasus, Kecamatan
Wonoasih 9 kasus dan Kecamatan Kademangan 7 kasus.
Sebagai
penyakit infeksi akut, leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospira Sp.
yang menular dari hewan ke manusia. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala
Puskesmas Kanigaran dr. Ike Yuliana saat mengisi gelar wicara program kesehatan
di Radio Suara Kota Probolinggo, Rabu (8/3).
“Leptospirosis
ini merupakan penyakit yang berbasis lingkungan, penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan, ini memang disebabkan oleh
infeksi bakteri leptospira yang ditularkan oleh urin atau air kencing hewan
yang terinfeksi, jadi bakteri leptospira itu masuk ke dalam tubuh manusia
melalui kulit yang luka terbuka dan selaput lendir, bisa dari mata, mulut,”
terang dr. Ike sapaan akrabnya.
Diketahui,
penyakit yang memiliki masa inkubasi 7-10 hari ini bisa ditularkan dari
berbagai jenis hewan. Diantaranya kucing, babi, anjing, sapi dan kambing. Namun
sumber penularan utamanya berasal dari tikus yang terinfeksi oleh bakteri leptospira.
Masih menurut
dr. Ike, gejala klinis umum dari orang yang terinfeksi leptospira adalah demam
tinggi 3-5 hari, nyeri otot betis, lemas dan kekuningan pada kulit. Jika
keluhan terus berlanjut, masyarakat bisa memeriksakan diri melalui uji RDT
(Rapid Diagnosis Test) yang sudah tersedia di puskesmas.
“Kita tanya
paparan lingkungannya, dia sehari-hari sebagai apa, dia kontaknya dengan
lingkungan itu berapa lama, kalau itu kita curiga suspect, kemudian gejalanya positif, lingkungan positif, akhirnya
kita lakukan RDT, itu cek untuk pemeriksaan Lepto, kita semua ada di
puskesmas,” tambah dr Ike.
Kepala
Puskesmas Kanigaran itu juga mewanti-wanti masyarakat agar jangan menyepelekan
infeksi bakteri leptospira ini, terlebih terlambat dalam pengobatannya karena
dapat menyebabkan kematian. “Karena kalau terlambat penanganannya itu bisa
menimbulkan kematian,” tegasnya.
Turut hadir
sebagai narasumber, staf Bidang P2P (Pencegahan Pengendalian Penyakit) Dinkes
P2KB Ina Lestari yang mengatakan untuk mencegah meluasnya penyebaran infeksi
bakteri leptospira, dirinya mengimbau kepada masyarakat agar mengaktifkan
kembali kerja bakti bersama serta menunjuk satu juru pemantau tikus di
masing-masing rumah tangga.
“Diimbau
kepada masyarakat untuk melakukan kerja bakti setiap minggu per-RW, bisa
dilakukan, juga diimbau adanya seperti kader jumantik, jadi ini juru pemantau
tikus, jadi satu rumah itu harus ada yang ngecek
adakah tikus di rumah kita, gitu ya,” pesannya untuk mitra pendengar Radio
Suara Kota. (dp/fa)