Talkshow Klinik Udara, Bahas Terapi Plasma Konvalesen
Talkshow Klinik Udara, Bahas Terapi Plasma Konvalesen
KANIGARAN – Radio Suara Kota Probolinggo mengadakan talkshow
dengan dokter spesialis pantologi klinik dr. Bobby Mulyadi Sp.PK, yang
merupakan konsultan laboratorium di RSUD dr Mohamad Saleh Kota
Probolinggo, Jumat (5/3). Talkshow dalam program klinik udara kali ini membahas tentang terapi plasma konvalesen (TPK).
Saat ini TPK masih menjadi salah satu pilihan modalitas terapi untuk
pasien covid-19. Plasma konvalesen didapatkan dari pasien covid -19 yang
telah dinyatakan sembuh. Karena didalam plasma pasien tersebut terdapat
antibody pasif yang digunakan untuk terapi pasien covid lainnya.
Dr Bobby Mulyadi menjelaskan, sejak 25 Januari 2021 penyintas Covid
19 sudah dapat mengunjungi laboratorium poli RSUD atau UTD PMI Kota
Probolinggo untuk mendonorkan plasmanya. Pendonor plasma konvalesen
harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku agar dapat mendonorkan
darahnya. Kriteria yang harus dipenuhi antara lain berjenis kelamin aki –
laki berusia 17 sampai 60 tahun, dinyatakan sembuh dan telah bebas
gejala selama 14 hari, berat badan lebih dari 55 kilogram, bebas dari
penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis.
Sebelum diambil plasmanya, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
antibody penyintas (orang yang pernah terpapar Covid 19. Apabila jumlah
antibody cukup banyak akan dilanjutkan pengambilan darah untuk TPK.
Menurut beberapa jurnal, lanjut dr Bobby, tingginya jumlah antibody
yaitu setelah 14 hari sampai 100 hari pasien bebas gejala. Ajuran dari
petugas kesehatan, penyintas sebaiknya dua hari sebelum pengambilan
plasma tidak makan makanan yang berlemak dan bersantan.
“Kemudian setelah pengambilan plasma dianjurkan minum air mineral
lebih dari 2 liter untuk mengembalikan cairan plasma dalam kurun waktu
2×24 jam. Serta sebelum atau pada saat pengambilan plasma penyintas
diperbolehkan meminum multivitamin mengandung kalsium untuk mengurangi
gejala kesemutan karena kalsium juga ikut terambil,” jelasnya.
Bagi pasien Covid 19, TPK tidak boleh diberikan untuk pencegahan
karena antibody yang ada dalam plasma merupakan antibody pasif.
Sedangkan pada vaksin antibody yang diberikan merupakan antibody aktif.
Sama seperti terapi pengobatan lainnya, terang dr Bobby, TPK juga
memiliki efek samping. Kurang dari 1% pasien akan mengalami efek samping
yang berat, sedangkan kurang dari 0,3% pasien bisa terjadi kematian
pada 4 jam pertama pemberian transfusi TPK.
“Dengan adanya efek samping dokter juga akan memberikan antisipasi
terhadap efek samping tersebut. TPK berguna untuk membersihkan jumlah
virus, mengurangi efek dari badai sitokin dari pasien covid, dan
fagositosis,” ungkap dokter spesialis pantologi klinik di rumah sakit
plat merah itu.
Untuk teknik pelaksanaan TPK disebutkan sangat aman. “99,9% itu aman.
Antibody yang sudah terbentuk itu tidak usah khawatir akan habis atau
hilang. Tubuh memiliki sel memori yang segera membentuk antibody
kembali,” sambungnya.
dr Bobby menegaskan, di masa pandemi ini masyarakat harus tetap
mematuhi protokol kesehatan untuk melindungi diri sendiri dan orang
lain. “Bagi penyintas covid bisa menjadi pahlawan dengan cara
mendonorkan plasma konvalesen untuk pasien covid lainnya yang sedang
berjuang di ruang isolasi,” pesan dr. Bobby yang siang itu didampingi
perawat Rohananingsih dan petugas plasma, Ita. (riris)